Singapura "Jual" Pariwisata Bintan di Australia

>> Selasa, 08 September 2009

Brisbane, (ANTARA News) - Pariwisata Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dipasarkan Majalah "Infinity Holidays" sebagai bagian dari daerah tujuan wisata Singapura lewat berbagai biro perjalanan utama Australia.


Koresponden ANTARA di Brisbane, Selasa, mendapati majalah "Infinity Holidays 2009:10 Asia" itu menjadi bagian dari sumber informasi wisata andalan biro-biro perjalanan seperti "Flight Center" dan "Student Flights".

Pulau Bintan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Singapura itu dipasarkan sebagai daerah tujuan tambahan bagi para wisatawan mancanegara yang berlibur di negara kota tersebut.

Pariwisata bahari dan sejarah di pulau terbesar di gugusan pulau yang ada di Provinsi kepulauan Riau itu bahkan dimasukkan sebagai satu dari 10 tempat atraktif bagi para wisatawan asing yang mengunjungi Singapura.

Di Bintan, para wisatawan tidak hanya disuguhi keindahan pantai pasir putih eksotis, air laut yang jernih, aneka warna batu karang laut, dan berbagai olahraga bahari tetapi juga resor istirahat yang menawan.

Bahkan operator pariwisata Singapura menjual "Bintan" sebagai tempat berlibur yang tepat bagi para wisatawan yang mengunjungi berbagai daerah wisata Asia denga kapal pesiar "SuperStar".

Di areal resor wisata Pulau Bintan seluas 23 ribu hektar, setidaknya ada lima resor yang ditawarkan Singapura, yakni Mayang Sari, Nirwana Gardens, Bintan Lagoon, Angsana, dan Banyan Tree dengan tawaran harga menginap per malam mulai dari 101 dolar Australia hingga 325 dolar Australia.

Sepanjang 2008, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI menargetkan 380 ribu wisatawan Australia yang datang ke Indonesia atau meningkat dibandingkan tahun 2007 yang tercatat 314.432 orang.(*)

Sumber : antara.co.id
COPYRIGHT © 2009

Read more...

Ratusan Hektare Sawah di Kupang Terserang Hama

>> Rabu, 26 Agustus 2009


Kupang (ANTARA News) - Lahan persawahan seluas 125 hektare milik petani di Desa Oli`o, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terserang hama ulat pada batang padi, sehingga padi milik masyarakat terancam gagal panen.
"Kemungkinan besar sawah milik masyarakat di sini pada musim tanam ini akan gagal panen akibat hama ulat tersebut," kata salah seorang petani, Maksen Benyamin di Kupang, Selasa.

Akibat hama yang menyerang lahan persawahan tersebut, kata Maksen, para petani di sini akan mengalami kerugian yang cukup besar.

"Jika terjadi gagal panen, kerugian yang akan dialami ditaksir mencapai Rp10 juta, karena untuk bajak sawah kita harus menyewa `hand tractor`," katanya.

Maksen mengaku, dirinya juga telah mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli pestisida guna membasmi hama yang menyerang padi miliknya, namun pestisida yang digunakan tidak mampu memberantas hama tersebut.

"Saya sudah mencoba dengan berbagai cara, termasuk membeli pestisida untuk menyemprot hama tersebut, namun tidak mempan," katanya.

Karena itu, Maksen berharap Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang ada di Kecamatan Kupang Timur bisa turun ke lokasi untuk mengecek jenis hama yang menyerang padi tersebut.

"Sampai saat ini belum ada PPL yang turun ke lokasi guna membantu petani mengatasi masalah tersebut," katanya.

Dia juga meminta agar pemerintah daerah dapat membantu petani dengan memberikan bantuan pestisida guna mengatasi hama ulat tersebut, sehingga musim tanam tahun ini masyarakat petani dapat memanen.

"Kita tetap berharap agar tahun ini dapat memanen, walaupun tidak semua lahan garapan yang akan di panen," katanya.(*)

Sumber : antara.co.id ; ilustrasi :
(ANTARA/Anis Efizudin/&)

Read more...

Nelayan Vietnam Pencuri Akar Bahar Kembali Ditangkap


Tanjungpinang (ANTARA News) - Tim gabungan Kecamatan Tambalen, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, kembali menangkap 12 nelayan Vietnam pencuri akar bahar (Antiphates sp), setelah dalam dua bulan terakhir menangkap empat kapal dan 61 anak buah kapal dalam kasus yang sama.
"Ke-12 orang anak buah kapal (ABK) kami tangkap di perairan Pulau Manggirai yang berhadapan dengan Pulau Tambelan, Senin (24/8) pukul 09.00 WIB," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang Tambelan, Syamsuddin, Selasa.

Syamsuddin mengatakan saat dilakukan penangkapan, tiga orang masih di dalam laut sedang menyelam mengambil akar bahar dan sembilan orang lagi berkumpul diatas kapal dengan bobot 30 GT.

"Kami berhasil mengamankan sekitar 50 kilogram akar bahar, beberapa jenis keong besar dan belasan kerang laut yang berukuran besar," ujarnya.

Dia mengatakan, selain mengamankan 12 orang ABK dan 50 kg akar bahar, juga diamankan perlengkapan menyelam, seperti kompresor, selang kompresor untuk pernafasan saat menyelam, serta alat-alat navigasi kapal.

"Kapal dan ABK kami bawa ke Pos Mapolsek Tambelan untuk didata," ujarnya.

Jarak pulau Manggirai dari Tambelan sekitar empat mil laut atau sekitar 15 menit perjalanan dengan kapal cepat.

Ia mengatakan, saat ini masih ada dua kapal berbendera Vietnam yang masih berkeliaran di perairan Tambelan yang dekat dengan laut China Selatan.

"Kami harapkan bantuan kepada pemerintah, agar masalah penjarahan hasil laut oleh nelayan asing menjadi perhatian. Kami masyarakat nelayan akan kehabisan mata pencaharian kalau tempat ikan bertelur tersebut dijarah oleh nelayan asing," ujarnya.

Dia mengatakan, saat ini 12 ABK kapal Vietnam dan barang bukti sudah dibawa ke Polres Bintan dengan menggunakan kapal nelayan.

"Kemungkinan baru besok Rabu akan sampai di Pulau Bintan," tambahnya.(*)

Sumber : antara.co.id ;
ilustrasi (ANTARA/Jessica Wuysang)@

Read more...

Sail Bunaken "Event" Maritim Terbesar Abad 21

Sail Bunaken Event Maritim Terbesar Abad 21

Puluhan yacht melego jangkar di sekitar pelabuhan Aer Tembaga, Bitung (12/8). Sebanyak 150 peserta dari 22 negara meramaikan Yacht Rally Sail Bunaken 2009 yang dimulai dari Darwin, Australia dan berakhir di Bitung, Sulawesi Utara. (ANTARA/Prasetyo Utomo/*)
Manado (ANTARA News) - Sail Bunaken yang melibatkan puluhan negara lengkap dengan kapal perang dan kapal layar, merupakan event maritim terbesar abad 21 yang digelar di perairan Manado dan Bitung, 12-20 Agustus 2009.


"Sail Bunaken merupakan momentum untuk memulihkan citra Indonesia, karena event maritim terbesar di dunia sukses digelar di Manado," kata Dirjen pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di Manado, Kamis.

Kegiatan Sail Bunaken dengan mengagendakan Sailing dan Flying Pass berbagai kapal dan pesawat perang, merupakan kegiatan yang jarang dilakukan di dunia.

Provinsi Sulut mendapatkan momentum yang sangat prestisius dengan kegiatan itu, sehingga diharapkan masyarakat setempat mampu mendukung dan menyukseskan kegiatan itu.

Menurutnya, ada dua hal penting terkait pelaksanaan Sail Bunaken di Sulut, yakni potensi kelautan dan sumber daya hayati yang besar, sangat layak dikonversikan untuk kegiatan ekonomi bagi rakyat.

"Bangsa Indonesia bisa mempromosikan potensi yang ada dengan mengundang sejumlah investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia," katanya.

Kemudian, bangsa Indonesia bisa menunjukkan kekuatan pertahanan dan keamanan maritim, sehingga tidak bisa dipandang enteng oleh negara-negara manapun.

"Sudah ada ribuan peserta mancanegara berada di Sulut, berarti mereka mengakui bahwa event internasional di Indonesia diakui," jelasnya. (*)

Sumber : antara.co.id

Read more...

Kebun Raya Bedugul Dipenuhi Wisatawan


Denpasar, CyberNews. Kebun Raya Eka Karya Bedugul, Kabupaten Tabanan, dipenuhi wisatawan, terutama warga Bali yang memanfaatkan libur panjang akhir pekan bertepatan menyongsong peringatan HUT Kemerdekaan RI.


kebun raya seluas 157,5 hektare itu hampir di setiap sudut dipenuhi rombongan keluarga dan kelompok pemuda/masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan dan makan bersama menu bawaan masing-masing.

Melimpahnya pengunjung warga lokal yang berbaur dengan wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara, juga ditandai deretan parkir mobil pribadi dan mobil perusahaan agen perjalanan, yang hampir memenuhi seluruh pinggir jalan di dalam kawasan kebun raya itu.

"Dalam dua hari libur panjang ini pengunjung melimpah, jumlahnya mungkin sudah mencapai belasan ribu. Mobil pengunjung sampai sulit cari tempat parkir. Areal parkir sepeda motor juga sampai tak mampu menampung," kata seorang petugas kebun raya yang berada di ketinggian 1.250-1.450 di atas permukaan laut itu.

Kelompok-kelompok pengunjung melakukan berbagai aktivitas, seperti jalan keliling, olah raga permainan tarik tambang, mengasuh anak-anak naik-turun lereng berumput, hingga merayakan ulang tahun dengan menampilkan aneka suguhan hiburan spontan.

Di lokasi wisata yang resmi didirikan pada 15 Juli 1959, kini memiliki 2.111 jenis tumbuhan meliputi sekitar 18.000 spesimen tanaman koleksi itu, sebagian besar pengunjung membawa bekal tikar untuk istirahat sambil menikmati santapan makan siang, sebelum kabut turun saat menjelang sore hari.

Menurut pelaku pariwisata Ratna Soebrata dari Denpasar yang juga berlibur di kebun raya itu bersama keluarganya, warga Bali, terutama dari sekitar Kota Denpasar, biasa menikmati udara segar di Kebun Raya Bedugul saat libur akhir pekan.

"Dengan santai sejenak di alam yang dipenuhi rindang pepohonan ini, kita bisa menghirup udara segar, sekaligus melepas kepenatan rutinitas kerja. Ini juga menjadi tempat piknik yang murah bersama keluarga," katanya.

Lokasi wisata berjarak sekitar 50 kilometer dari Denpasar dengan nama resmi Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI itu mengenakan tiket masuk Rp 7.000 per orang dan Rp 12 ribu untuk mobil jenis minibus.

Kepala Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI, I Nyoman Lugrayasa sebelumnya mengatakan, jumlah pengunjung dalam setahun hingga pertengahan 2009 mencapai sekitar 420 ribu, termasuk 20 ribu turis mancanegara.

Peningkatan jumlah pengunjung setiap tahunnya tergolong tinggi, karena pada tahun 1975 saat kebun raya itu baru dikenal sebagai obyek wisata, pengunjung dalam setahun hanya 4.728 orang, katanya. ( Ant / CN13 )

Suara Merdeka
16 Agustus 2009
Gambar header: http://www.krbedugul.lipi.go.id/

Read more...

Pendet dan Rasa Sayang He


SETIAP Malaysia menggunakan tari atau lagu yang berasal dari Indonesia untuk iklan-iklan pariwisatanya, setiap kali pula sebagian pejabat dan masyarakat Indonesia marah. Pernyataan yang dikeluarkan pun hampir-hampir sama, "Malaysia mencuri kebudayaan kita," "Klaim Malaysia tak bisa ditolerir," "Kita perlu protes keras,".
Atau bahkan sampai yang paling tidak masuk akal tapi mengundang senyum, "Ganyang Malaysia, Selamatkan Siti Nurhaliza." Jika dulu kesenian reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, kini yang dipersoalkan adalah tari pendet yang dalam khazanah kesenian Bali merupakan "tari selamat datang".

Tari ini dulu amat sakral dan yang paling awal dipelajari oleh mereka yang belajar tari Bali, sebelum anak-anak belajar tari yang lebih rumit seperti tari Panji Semirang, Tenun, Manuk (Cendrawasih), Margapati dan seterusnya. Ungkapan kemarahan itu apa patut kita utarakan kepada Malaysia setiap negeri jiran itu menggunakan kesenian kita untuk promosi pariwisatanya?

Coba kita tengok iklan maskapai penerbangan Singapore Airlines (SQ) yang menggunakan Kris (bahasa kita Keris) sebagai trade marknya. Gaya pelayanannya juga sesuai dengan makna agung Kris tersebut. Namun dalam majalahnya memang maskapai penerbangan itu menyatakan secara terus terang bahwa Kris adalah benda sakral yang merupakan bagian dari khasanah budaya Indonesia.

Iklan-iklan SQ juga banyak menonjolkan Bali dan wilayah Indonesia lain sebagai salah satu tujuan pariwisata yang paling eksotik di dunia. Apa yang dilakukan Singapore Airlines jauh lebih mendunia dibandingkan yang dilakukan oleh Badan Pesiaran/Pelancongan Malaysia melalui "Visit Malaysia 2007 atau 2009".

Apalagi dibandingkan dengan iklan pariwisata kita, yang banyak perwakilan kita di luar negeri pun tidak memiliki informasi dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengenai hal itu. Pernahkah kita berpikir bahwa kesenian Indonesia sesungguhnya tidak bersifat eksklusif dan hanya dapat dimiliki oleh orang Indonesia sendiri?

Mengapa kita tidak bangga jika kebudayaan kita semakin mondial? Tanpa teriak-teriak pun orang tahu bahwa tari Bali asalnya dari Indonesia. Saya teringat ketika pada 1988, saat ada Expo 88 di Brisbane dengan tema Leisure at the time of Technology, para mahasiswa asing juga mengadakan acara kesenian di kampus University of Queensland, St Lucia, di tepi Sungai Brisbane yang indah itu.

Saat Ketua Persatuan Pelajar Indonesia, Endang Sukara (kini Deputi Kebumian LIPI), menyatakan kesenian Indonesia antara lain adalah Mahabharata dan Ramayana, kontan seorang mahasiswa India berbisik pada saya, itu kan asalnya dari India. Saya hanya tersenyum seraya menjelaskan memang asalnya dari India, tapi kini sudah mendunia, banggalah Anda jadi orang India. Teman itu tidak jadi marah.

Elokkah kita marah-marah jika kita menyadari bahwa kebudayaan itu bersifat universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa harus ribut soal hak cipta. Banggakah kita jika saat transit di Bandara Changi, Singapura, terdengar lagu-lagu Indonesia dari radio yang dipancarkan dari Batam? Tidakkah kita bangga saat kebudayaan Indonesia ternyata begitu merasuk ke Malaysia, bukan karena dibawa para TKI, melainkan melalui stasiun-stasiun TV dan radio se-Malaysia?

Betapa nikmatnya jika kita makan di Kuala Lumpur Tower sambil mendengarkan alunan lagu-lagu Indonesia. Pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa sinetron Indonesia yang ditayangkan TV Malaysia ternyata dapat "menunda" sidang kabinet di Malaysia beberapa tahun lalu? Riak-riak kemarahan tampaknya lebih disebabkan oleh pengalaman sejarah dan politik masa lalu antara kita dan Malaysia-seperti Konfrontasi, Sipadan-Ligitan, dan Ambalat yang masih belum selesai-ketimbang persoalan hak cipta karya seni semata. Tapi marilah kita berpikir jernih mengenai apa makna kebudayaan dan kesenian. Seberapa pun banyak karya anak bangsa kita dicuri oleh Malaysia, ini tidak akan menghabisi khasanah budaya kita yang begitu beragam.

Malaysia hanya berani mengatakan "Malaysia is Truly Asia" untuk menggambarkan khasanah budaya Asia Selatan, Asia Timur Laut, dan Asia Tenggara. Tapi kebudayaan etnik Indonesia adalah yang terkaya di dunia dan tak akan lekang oleh masa. Namun kita juga harus menyadari, tidak semua budaya kita itu asli, dapat saja itu adalah turunan dari nenek moyang kita yang berasal dari Taiwan atau Asia Tenggara Daratan.

Tengok saja "Ayam Tangkap" makanan khas Aceh yang juga dapat kita santap di daerah Golden Triangle (Segitiga Emas) antara Thailand, Laos dan Myanmar. Tengok parade Ogohogoh di setiap menjelang acara Nyepi di Bali yang mewajibkan kita semua yang ada di Bali untuk "amati karya, amati lelungan, dan amati geni" (tidak boleh bekerja, tidak boleh bercakap-cakap atau jalan-jalan, dan tidak boleh menyalakan api).

Bandingkan itu dengan tiga hari upacara Nobuta di Jepang pada setiap musim panas. Nobuta berasal dari kata Nomutai yang kalau dipisah menjadi Nomu (tidur) dan Tai (ingin). Ini adalah setan atau iblis yang selalu datang pada musim panas agar petani Jepang mengantuk dan malas bekerja agar panen mereka gagal. Bentuk, gaya tarian Ogoh-ogoh dan Nobuta mirip sekali yang intinya mengusir setan.

Orang Asia Tenggara secara fisik dan kultur juga sulit dibedakan satu sama lain, kecuali jika mereka bicara. Gaya berpakaian perempuan desa di Asia Tenggara juga mirip, khususnya mereka yang belum terpenetrasi kebudayaan Barat. Jika kita berjalan-jalan di Desa Golden City, Myanmar, jangan heran jika banyak perempuan di sana menggunakan kain (Jawa: jarit) yang bermotifkan batik Jawa kuno.

Mereka juga amat bangga menggunakan "Indonesian motive batik" yang mereka dapatkan dari pasar-pasar di Bangkok, Thailand, atau yang dibarter para pedagang China dan Thailand ke Myanmar. Visi kita mengenai kebudayaan janganlah terlalu sempit. Jika kebudayaan Indonesia mendunia (mondial) lewat internet, website atau iklan pariwisata negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura, harusnya kita berterima kasih kepada para pembuatnya.

Orang pasti akan mengunjungi Indonesia karena iklan-iklan itu. Mau menonton tarian Bali pastinya mereka ke Bali. Mau mendengarkan lagu Rasa Sayange (Malaysia: Rasa Sayang He) yang asli pasti orang ke Indonesia, demikian juga jika ingin menonton reog Ponorogo dari Jawa Timur. Orang asing belajar membatik pun ke Jawa, bukan ke Kuala Lumpur, Selangor, atau Kedah.

Akankah kita selalu ribut dengan Malaysia soal "kebudayaan kita yang dicuri"itu? Mengapa kita mesti ribut jika orang lain menghargai dan mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri? Betapa indahnya jika kita juga dapat mengiklankan secara mondial sendratari Ramayana kala bulan purnama menampakkan sinarnya yang begitu eksotik di pelataran Candi Prambanan.

Betapa indahnya pula jika tari yang sama, Rama dan Shinta, yang penuh keagungan cinta, diiklankan dan ditarikan secara massal menjelang Hari Raya Galungan di Bali. Kisah Rama dan Shinta tentunya bukan kisah "Romeo dan Juliet" yang menyedihkan itu, dan tentu pula bukan kisah cinta antara "Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh" dalam novel Supernova, seperti yang Anda baca huruf pertama artikel ini dari atas sampai bawah! (*)

IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI

Okezone.com (25 Agustus 2009)
Gambar : www.babadbali.com

Read more...

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP