Habibie: Indonesia Harus Kuasai Dua Teknologi Utama

>> Senin, 31 Januari 2011

Jakarta (ANTARA News) - Pakar teknologi dirgantara yang juga mantan Presiden Prof BJ Habibie menegaskan, Indonesia harus menguasai dua teknologi utama yakni maritim dan dirgantara, apabila ingin menjadi bangsa yang besar.

Saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR di Jakarta, Senin, Habibie menuturkan bahwa gagasan itu berasal dari Presiden RI Soekarno yang saat itu menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus menjadi bangsa besar dengan menguasai teknologi pembuatan kapal laut serta mampu menguasai, mengembangkan dan mandiri.
"Mandiri waktu itu belum dipakai, karena beliau (Soekarno) memakai kata berdiri, yaitu produk teknologi dirgantara," ujar Habibie.

Selanjutnya Habibie mengatakan bahwa komitmennya membangun industri dirgantara di Indonesia, bukan karena dipanggil Presiden Soeharto atau ingin menjadi menteri.

"Sebenarnya Pak Harto pun hanya melanjutkan penuturan dan keinginan Presiden Soekarno itu," ujarnya seraya menambahkan bahwa dirinya benar-benar ingin membangun dan mengembangkan industri pesawat di Indonesia, sementara posisi presiden yang pernah disandangnya itu tidak penting.

Dalam RDPU yang dipimpin Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq itu, Habibie mendefinisikan makna industri strategis sebagai industri yang bisa membangun bangsa dan industri itu bukan hanya dibangun dan dimanfaatkan untuk pertahanan saja.

Karenanya ia merasa prihatin ketika visi pembangunan teknologi yang dijalankan bangsa ini yang dicari bukanlah kemandirian, tapi yang dikejar hanya keuntungan sesaat. Menurut dia, kalau yang dicari hanya keuntungan sesaat saja, maka sama artinya dengan menjalankan "skenario VOC".

"Industri strategis terhenti perkembangannya karena tidak didukung dengan bantuan anggaran pemerintah. Karena dicari keuntungan dalam US dolar, kalau begitu ya bikin saja dagang. bikin saja pabrik perwakilan mereka (asing)," ujarnya.

Terkait dengan hal itu, Habibie mengartikan globalisasi itu sebagai pakaian baru untuk kolonialisasi. "Saudara, saya orang tua, tapi saya tidak buta. Saya harus katakan kepada anda, anda harus bangkit," ujarnya.

Hal lain yang juga memprihatinkannya adalah terbengkalainya Puspitek. Tempat itu, katanya, tidak lagi digunakan untuk laboratium uji teknik, tapi malah ada ide untuk dijadikan lapangan golf.

"Saya menantang, kalau berani dibuat lapangan golf, maka saya akan berdiri. Kita harus terus belajar. Kita tidak hanya belajar dari kebaikan tapi juga dari kesalahan, bagaimana agar tidak terjadi kesalahan lagi," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Habibie menyatakan bersyukur diundang DPR sebagai nara sumber untuk memberikan masukan dalam penyusunan RUU usul inisiatif DPR tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan.

"Saya malu kalau datang ke sini karena pernah memimpin bangsa Indonesia. Tapi kalau saya diundang ke sini, sebagai orang tua yang dikasihi oleh semua anak bangsa, maka saya bersyukur," ujarnya.
(D011/B010)

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/244127/habibie-indonesia-harus-kuasai-dua-teknologi-utama

Read more...

PANCASILA SCOREBOARD

>> Jumat, 21 Januari 2011

Saat ini banyak orang menilai sesuatu kejadian, atau kebijakan pemerintah atau atasan, atau kebjikan public, politik , hukum dan lainnya dengan berbagai latar belakang ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Dan harus dengan jujur unsur subyektifitas sangat tinggi kalau boleh berpendapat mungkin 90 % unsur subyektifitas pribadi.

Semangkin hari dunia informasi dipenuhi oleh warna opini yang bercorak sangat beragam yang semua disajikan media masa atau melihat dan mendengar berbagai diskusi baik formal atau sekedar obrolan di warung dan semangkin membingungkan masyarakat termasuk saya yang mendengarnya dan banyak menimbulkan beragam reaksi masyarakat, baik reaksi postif tidak sedikit yang negatif bahkan ekstrim.

Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan didalam benak saya, kalau pendapat/penliaian/opini yang disampaikan kemasyarakat ini menimbulkan suatu kondisi yang tidak baik bagi ketentraman dalam kerberagaman, hal apa yang dapat dijadikan suatu sandaran bagi orang awam untuk menilai apa kebijakan ini baik atau jelek? (kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT). Dari kebingungan saya teringat akan pelajaran dari orang tua bahwa kita harus bersandar pada tali agama dan budipekerti luhur (kata orang sunda agama & darigama). Kita orang Indonesia yang beragama dan menjungjung tinggi akan norma, mengapa tidak bersandar pada Ideologi negara yang kita miliki dan percaya.

Pancasila dengan 5 nilai luhur yang dirangkum dari kehidupan bangsa yang berbhinneka tunggal ika, dapat kita terjemahkan menjadi 5 kategori ukur yang dapat digunakan oleh setiap orang Indonesia (tidak peduli tingkat pendidikan dan latar belakang apapun).

Penerjemahan 5 sila yang menjadi kategori nilai tolok ukur yang dapat dijadikan sandaran menilai:

  1. 1. Nilai menurut agama (apakah baik/benar menurut agama misalnya menilai suatu keputusan seorang hakim menurut kacamata agama)
  2. 2. Nilai norma manusia yang beradab (nilai ukur untuk melihat suatu hal (kebijakan dan lainnya) apakah termasuk hal yang dilakukan oleh manusia yang beradab yang membedakan manusia dengan binatang)
  3. 3. Nilai persatuan (nilai ukur untuk melihat apakah sesuatu hal(kebijakan dan lainnya ) itu tetap menjaga persatuan/ukhuwah )
  4. 4. Nilai musyawarah untuk mufakat yang mewakili keinginan masyarakat (demokrasi versi Indonesia) (nilai yang digunakan untuk mengukur apakah suatu hal itu (kebijakan dan lainnya) mewakili aspirasi masyarakat
  5. 5. Nilai keadilan sosial (nilai yang digunakan untuk mengukur apakah suatu hal itu (kebijakan dan lainnya) memiliki nilai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

Bobot nilai paling tinggi yang utama adalah tetap nilai agama yang kemudian berurut sesuai urutan sila yang kemudian diramu dalam penilaian/scoring menurut kategori . Dan hasilnya kita dapat menilai apakah sesuatu hal itu (kebijakan dan lainnya) baik bagi kita orang Indonesia yang menjungjung tinggi nilai agama dan norma yang diterjemahkan dalam Idelogi negara kita Pancasila. Jika kita menilai dari kacamata agama sesuatu hal itu tidak baik (nilai merah) maka keputusannya penilaiannya adalah tidak baik. Dengan menggunakan metode penilaian ini diharapkan masyarakat tidak lagi diombang-ambingkan oleh berbagai pendapat/opini atau hal atau tindakan yang menyeret kita kedalam suatu kondisi seperti layang-layang putus dari talinya atau perahu yang diombang ambing ombak dilautan luas yang tidak tahu kemana arah pulang ke daratan.Itu menurut pemikiran saya selaku orang awam. (@ 2011 by Ahmad Saefudin S.)

Read more...

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP