Gita Akui Pengembangan 14 Kapet Tak Mulus

>> Rabu, 23 Februari 2011

JAKARTA: BKPM mengungkapkan bahwa pengembangan 14 Kapet tidak berjalan mulus seperti tercermin dari realisasi investasi swasta dalam lima tahun terakhir yang hanya sebesar Rp27,5 triliun atau 3,41% dari total investasi nasional.
Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menuturkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 89/1996 yang telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Kepres No.150/2000. Namun, dalam pengembangannya tidak mulus mendatangkanb investasi karena ada sejumlah hal yang menghambat.

“Sampai saat ini ada 14 Kapet yang ditetapkan. Realisasi swasta, baik penanaman modal asing dan dalam negeri, selama periode 2005-2010 sekitar Rp27,5 triliun atau 3,41% dari total realisasi investasi nasional yang sebesar Rp809 triliun,” ujar dia dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, hari ini.

Menurutnya, dari 14 Kapet tersebut, hanya 3 yang sukses mendatangkan investasi, yakni Banda Aceh Rp22,3 triliun, Batu Licin-Kalimantan Selatan Rp3,07 triliun, dan Bitung-Manado Rp3,46 triliun. “Sementara 11 KAPET lainnya belum bisa mendatangkan investasi.”

Padahal, lanjut Gita, pemerintah sudah memberikan dukungan fiskal guna merangsang minat investor di Kapet. Fasilitas tersebut meliputi pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal selama 6 tahun (5% per tahun), penyusutan dan/atau amortisasi yang dipercepat, dan kompensasi kerugian fiskal mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut maksimal 10 tahu, dan pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan subyek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.

Gita mengakui ada sejumlah penghambat dalam pengembangan Kapet. Pertama, lokasinya belum mencerminkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan penggerak pembangunan di wilayah sekitarnya. “Cakupan wilayahnya terlalu luas sehingga kurang efektif.”

Kedua, ketersediaan infrastruktur dasar masih terbatas, seperti jalan, listrik, pelabuhan, telekomunikasi, bahan baku, dan air bersih. Ketiga, secara kelembagaan tugas dan kewenangan Gubernur sebagai Ketua Badan Pengelola Kapet tidak jelas diatur dalam Kepres No.150/2000.

“Terakhir, promosi investasi Kapet masih relatif minim karena keterbatasan anggaran,” tuturnya.

Hal senada juga diakui oleh Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo. Dia merinci infrastruktur dasar yang belum memadai di Kapet, a.l. pelabuhan, transportasi, bahan baku, tenaga kerja, dan energi,.

“Juga ada pertimbangan [yang menghambat] seperti akses pasar, kemudahan perijinan, ijin usaha yang kondusif, dan kepastian hokum,” katanya.
(ln)

Sumber : www.bisnis.com

0 komentar:

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP